“Kenyataannya waktu tak pernah menunggu siapapun, tidak peduli ia kita manfaatkan atau kita sia-siakan. Saat kita kehilangan waktu maka semua sudah terlambat”.
Sebuah peribahasa Inggris mengatakan bahwa waktu laksana kikir yang terkikis tanpa suara. Begitulah yang ku rasakan satu bulan terakhir, aku merasa waktu berjalan terlalu cepat, entah karena rutinitas yang begitu padat atau memang karena sesuatu hal, hingga waktu seolah berlari meninggalkanku sedang aku berjalan terengah-engah untuk mengejarnya.
Kurang lebih sudah dua bulan ini aku bekerja sebagai sttaf pengajar di Rumah Cerdas Bondenza. Rutinitas mengajar baru dimulai pukul 10.00 sampai pukul 17.30, setiap pagi aku bangun di antara pukul 03.30-04.00, memulai hari dengan rutinitas beribadah, sebelum berangkat mengajar aku masih bisa memasak untuk bekal makan siang, mencuci dan membereskan kamar kosan, sepulang mengajar biasanya sudah pukul 18.00, setelah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, aku disibukkan untuk menyiapkan makan malam dan membereskan beberapa pekerjaan yang masih belum selesai. Waktu bebas baru bisa dinikmati sekitar pukul 21.00, namun rasa lelah sering kali membuatku langsung jatuh terlelap ke alam mimpi, dan kemudian terbangun di pagi hari untuk memulai rutinitas yang sama, kecuali hari Minggu. Hari demi hari terasa monoton, satu bulan pertama aku masih bisa menikmati semua rutinitas itu, namun saat memasuki bulan kedua, rasa-rasanya ada sesuatu yang hilang. Hariku tiba-tiba terasa berlalu terlalu cepat, aku tidak merasa bosan, hanya saja rasa-rasanya terlalu sedikit hal bisa aku kerjakan dalam sehari. Rasanya hidupku belum cukup banyak bermanfaat.
Bulan kedua rasa-rasanya ada pola yang harus diubah, akhirnya aku memutuskan untuk meniadakan “waktu bebas”, sebab waktu terlalu berharga untuk disia-siakan. Dan dua minggu terakhir ini aku sudah berhasil melaksanakannya, yaitu meniadakan kebabasan waktu bebas. Terinspirasi dari sebuah buku yang membuatku ingin memanfaatkan sebanyak mungkin waktu yang ku miliki. Sebab pada kenyataannya hal yang dimiliki oleh semua orang, bahkan dimiliki oleh orang paling miskin sekalipun adalah waktu, dan waktu itu akan menghilang baik ia dimanfaatkan atau tidak. Nyatanya kita memang mempunyai waktu yang sama namun kita mempunyai perlakuan yang berbeda untuk setiap waktu yang kita miliki. Aku jadi teringat tentang pendapat Imam al-Hasan al-Basri, yang mengatakan:
Di awal setiap hari, berkumandang seruan
“Wahai anak Adam! Aku ini ciptaan baru dan saksi perbuatanmu. Maka manfaatkanlah aku karena bila aku melintas, aku tidak akan kembali lagi hingga hari Kebangkitan.”
Subhanallah setiap hari adalah ciptaan baru, kesempatan baru, kereta api baru. Kita semua akan menaiki kereta itu suka atau tidak. Apa yang kita lakukan di atas kereta api itu sepenuhnya terserah pada kita. (di sadur dari buku Satu Tiket ke Syurga).
Caraku meniadakan waktu bebas dalam dua minggu terakhir, adalah dengan menghilangkan segala kesia-siaan terhadap waktu, sebisa mungkin mengisi waktu kosong (waktu bebas) dengan hal yang bermanfaat. Pagi hari disela-sela memasak aku biasa listening bahasa Inggris, bisa rekaman materi les online, atau lagu berbahasa Inggris, sekedar untuk menambah kosa kata baru dan mencari makna kata baru.
Selepas makan siang, biasanya aku beristirahat sambil mencari bahan materi untuk mengajar jam berikutnya, sore hari disela-sela menyiapkan makan malam, aku bisa bertukar kabar dengan ibu atau kakak, sebab rasanya sudah terlalu lama aku meninggalkan kedua orang tuaku (sejak SMA-sekarang), dan selama ini aku merasa tidak pernah melakukan apapun untuk mereka, cenderung kurang perhatian pada mereka, rasanya aku terlalu sering mengabaikan mereka, jarang menemani mereka, sekalipun mereka tak pernah mengeluhkan hal itu.
Awalnya ibu merasa aneh dengan tingkahku yang tiba-tiba rajin menghubungi beliau, namun sekarang sudah terbiasa, ku siapkan waktu khusus sepulang kerja untuk bercerita panjang lebar dengan beliau. Mungkin sekarang mereka pasti lebih kesepian dari pada dulu, karena kakak yang dulu hanya tinggal di Jogja dan bisa sekali-kali pulang pergi, sekarang merantau ke tempat yang bahkan lebih jauh dariku, sedang adik memilih sekolah lamaku yang mengharuskan kos. Setiap membayangkan mereka hanya makan berdua, nonton tv berdua, rasanya sedih, membayangkan rumah yang lengang dan sepi. Apalagi saat ayah sedang pergi dan ibu hanya seorang diri, ingin sekali pulang menemani beliau. Pernah suatu ketika aku bertanya apakah ibu sudah makan, dan beliau hanya menjawab, belum makan karena tidak ada yang menemani makan, ingin menangis rasanya sebab aku pun begitu, sama seperti beliau, tak pernah suka jika harus makan sendiri, rasanya lebih baik makananku habis dimakan beramai-ramai dari pada harus makan banyak tapi seorang diri. Aku tidak suka kesepian, dan aku tak ingin membuat mereka kesepian, setidaknya harus ada waktuku untuk mereka, dalam 24 jam waktuku, ada hak mereka yang harus ku berikan. Sudah 24 tahun berlalu, dan selama ini belum banyak hal yang bisa ku lakukan untuk mereka, kadang merasa sedih karena terus-menerus jauh meninggalkan mereka. Semoga mereka selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Hal lain yang ku lakukan untuk menghilangkan waktu bebasku, adalah dengan menggeser jam tidur, rasanya sayang sekali jika waktuku hanya berlalu untuk tidur. Dua minggu terakhir aku lebih sering tidur di atas jam 24.00, bahkan pernah tidur hampir jam 02.30 dan kemudian terbangun dikala subuh berkumandang. Ku sediakan 4 jam untuk tidurku dan itu pun sudah cukup untukku. Rasa lelah itu ternyata hanya sugesti dari diriku sendiri yang ingin mengeluh dan bermanja-manja serta meratapi keadaan. Dan kini ketika rasa lelah bisa terabaikan, aku punya banyak waktu di malam hari, untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya tak pernah bisa aku lakukan. Dalam satu malam minimal aku membaca 1-2 buku, dengan jumlah halaman yang bervariasi, ada yang 35, 50,75, 80 dan bahkan ada yang 202 halaman. Salah satu sifatku adalah tidak bisa menahan rasa penasaran, jadi sebisa mungkin aku akan berusaha menyelesaikan apa yang sudah aku mulai. Aku tidak suka menyimpan sesuatu untuk besok, karena rasa penasaran bisa membuatku tidak bisa tidur sepanjang malam. Sifat yang sebenarnya sangat mengganggu.
Dulu aku bukan hanya gila buku, tapi juga sangat suka dengan drama korea yang episodenya berpuluh-puluh, dan tentunya semua episode itu selesai dalam waktu satu malam, terjaga sepanjang malam hingga pagi lebih tepatnya. Lucu bukan kebiasaan anehku, untuk sekarang aku menghindari drama korea, karena jika sudah mulai akan sulit berhentinya, jadi lebih baik terfokus pada buku yang jelas lebih bermanfaat dan tidak menguras waktu sebanyak drama korea yang kurang bermanfaat.
Jenis buku yang ku baca bervariasi, ada yang tentang pengembangan diri, materi liqo, sejarah, fiksi sejarah, novel terjemahan, novel teenlet, kumpulan cerpen, belajar bahasa jepang (yang ini dengan audio juga). Dan kalau kehabisan buku atau sedang bosan membaca, aku akan berkreasi dengan jariku, membuat tulisan-tulisan abstrak, seperti yang sekarang sedang ku tulis. Dalam dua minggu ini mungkin sudah ada 10 karya dari jari-jariku yang menari-nari di atas keyboard. Sebagian ku publis lewat sosial media seperti blogger, tumblr, wordpress dll, sebagian lagi aku simpan saja sebagai arsip pribadi. Ada kalanya menulis hanya untuk sekedar mencurahkan apa yang melayang-layang di otak dan sekedar membekukan kenangan yang mungkin suatu saat akan menghilang.
Agaknya malam sudah terlalu larut untuk melanjutkan menulis lagi. Inti dari tulisan ini adalah bagimana kita menikmati setiap waktu yang kita miliki. Membuat waktu bebas menjadi tidak bebas, mengubah lamunan menjadi muhasabah dan renungan, membuat kosong menjadi isi, membuat yang santai jadi bermakna. Dan tentunya membuat hari ini lebih baik dari kemarin, sebab waktu yang kita miliki akan senantiasa berlari meninggalkan kita dengan berlari. Rasanya ingin bangun lebih awal dan terlelap lebih malam, agar waktu yang ku miliki tak cepat menghilang. Takutku saat esok tak akan ada lagi kesempatan untuk memiliki lebih banyak waktu, maka menghargai waktu yang ada sekarang adalah keharusan. Lakukan yang terbaik hari ini dan untuk saat ini, berhenti menyesali hari kemarin, dan mengkhawatirkan hari esok.
Sebagai penutup
Nasihat Hasan Al Bana
“Waktu yang kita miliki seumpama kotak yang penuh batasan, sedang amanah yang kita miliki seumpama garis lurus yang tak berujung”
Rasulullah pernah bersabda, “ Ada dua karunia yang sering melenakan banyak orang, yaitu kesehatan dan waktu luang untuk berbuat kebaikan”. (HR Bukhori)
Pada detak jam yang terus berdetak
Ku kejar waktu dengan terengah
Meski ku merintih, ia tetap berlari
Meski ku tertatih, ia tetap meninggalkan
Pada matahari yang tersenyum di bagi buta
Ia sapa semua orang, dengan semangat
Dengan harapan seindah kuncup merekah
Aku datang untuk memulai hari yang baru
Pada pelangi yang penuh warna
Menawarkan pesona dan keindahan
Bahagialah untuk hari ini yang penuh berkah
Tersenyumlah karena aku masih disini “waktuku”
See you
Bogor, 211015 : 00.24
Cecakapan